Selasa, 07 Agustus 2012

Tips Mencegah Hipotermia

Image

Mendaki gunung memerlukan kesiapan mental, fisik, perlengkapan, perbekalan dan pengetahuan yang baik. Banyak musibah pendakian gunung terjadi karena minimnya hal – hal tersebut. Ataupun kurangnya pengetahuan survival sehingga jatuh dalam kondisi hypothermia akut.
Berikut ini saya sampaikan tulisan tentang tips mencegah hypothermia, Semoga bermanfaat.
Yang terpenting dalam kegiatan naik gunung atau kegiatan di luar (outdoor activity) adalah persiapan dan pengetahuan. Salah satunya mengetahui faktor apa penyebab hypothermia, gimana mencegah hal itu terjadi, apa aja yang perlu dilakukan dan juga tindakan apa yang perlu dilakukan kalau mulai merasakan kedinginan.
Berikut adalah tips mencegah hypothermia di gunung :
1. Usahakan kalau naik gunung jangan memakai kaos dari katun. Bahan katun jika basah keringat sulit keringnya. Ini biasanya menyebabkan menggigil kedinginan walaupun sudah memakai jaket tebal. Sebaiknya memakai bahan sintetis (polyester/spandex/nylon) yang menyerap keringat dan berlengan panjang. Memang sih bisa ganti kaos, tapi di gunung yang sering ujan mengeringkan kaos jadi pekerjaan tersendiri. Ngeringin make api unggun, wah, jangan deh. Kasihan hutan kita. Cobalah mengurangi konsumsi kayu kecuali itu sangat darurat. Membawa satu baju tapi tetap kering, akan sangat berbeda hasilnya dengan membawa 3 baju tapi basah semua.
2. Bawa bekal yang cukup untuk naik gunung. Bekal praktis seperti coklat batangan, muesli bar, atau energy booster (seperti gel dengan glukosa, biasanya dipakai para pesepeda) sangat berguna sebagai cadangan makanan yang ringan dibawa dan menghasilkan energi lumayan. Juga biasakan mengamati sekitar, jika melewati air sungai atau daun2an yang kita kenali bisa dimakan kalau kepepet.
Dari kiri ke kanan : selimut darurat , makanan energi
Bawah : pisau, kompas, headlamp, biasanya disimpan di ransel bagian atas (gambar
koleksi pribadi)
3. Menjaga tubuh tetap kering dan hangat. Salah satunya selalu membawa ponco, bagaimanapun kondisinya. Kalau punya baju dan jaket tahan air (gore-tex based) juga bisa (tapi ini mahal di ongkos). Jangan lupa kaos tangan dan kaos kaki. Khusus kaos kaki bawa ekstra jika perlu.
4. Kalau jalan sendiri siapkan piranti darurat komunikasi, kalau dengan teman harus saling menjaga. HP kadang kurang efektif karena tidak ada sinyal. Bawa alat darurat sinyal seperti peluit atau cermin. Biasakan saling memperhatikan pendaki lain ketika naik atau turun.
5. Jangan paksakan jalan terus kalau kelelahan dan kecapaian. Berhenti, pasang tenda dan buat makanan atau minuman yang cepat dihidangkan, seperti teh manis atau sup instant. Paksakan walaupun kurang suka, karena makanan adalah sumber energi untuk tetap jalan. Selain itu, makanan juga membuat tubuh jadi hangat karena memulai metabolisme tubuh.
6. Bawa selimut darurat (emergency blanket or space blanket). Ini mungkin sudah ada di Indonesia. Bentuknya seperti lapisan aluminium foil yang tipis dan dipakai untuk menyelimuti tubuh. Fungsinya : membuat tubuh tetap hangat, merefleksikan sinar matahari dan tidak kehujanan.. Space blanket ini hanya bersifat memantulkan panas tubuh. Untuk mendapatkan hasil maksimal bisa dibawa Bivy Sack yang terbukti lebih baik hasilnya. Bentuknya seperti selimut plastik, dengan berat sekitar 200gr. ditanggung lebih tahan lama dari space blanket.
7. Penghangat tubuh sementara (body warmer). Ini semacam plester tubuh
kalau kedinginan. Biasa dipakai untuk yang melakukan olahraga ektrem di salju (ski, ice climbing, mountaineering) . Kelemahannya : hanya bisa dipakai sekali saja dengan durasi 12 jam. Karena bentuknya tipis dan ringan, biasanya diselipkan di jaket kalau kondisi cuaca dan badan memburuk.
Sekali lagi saya ingatkan dengan alat yang memadai tapi tidak tahu bagaimana menggunakan, hasilnya juga tidak optimal. Jadi baca dan simak bagaimana melakukan teknik dasar survival di gunung. Bisa baca, nanya atau dari pengalaman yang terus diasah.


Hidup Sehat dengan Mendaki Gunung




“Anyone can dream. Anyone can turntheir dreams into reality. Just because something is improbable doesn’t mean it’s impossible” – Alan Mallory.

Mendaki gunung, mount climbing, tidak selalu harus diartikan prestasi pencapaian puncak-puncak gunung tinggiHiking, camping dan kegiatan semacamnya jika dilakukan di ketinggian sebetulnya sudah bisa dikategorikan sebagai aktivitas mendaki gunung.

Dengan melakoninya, kita bisa banyak mendapatkan pelajaran dari kejujuran alamKegiatan ini tidak seseram dengan yang sering kita dengar dan bayangkan, bahkan siapapun bisa melakukannya baikitu anak-anak hingga orang tua. Tentu dengan pola dan porsi yang berbeda-beda.

Dengan melakukan salah satu kegiatan alam ini, manfaat langsung yang bisa kita rasakan ialah dapat menyegarkan jasmani dan rohani.

Pertama, jasmani sehat. Ini karena ketika mendaki gunung, ibaratnya kita melakukan berbagai gerakan olahraga, sehingga organisasi gerakan yang ditimbulkan bisa membuat kuat organ tubuh kita khususnya kadiovaskular. Tentunya kegiatan ini harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan fisik seseorang.

Yang kedua, rohani atau jiwa. Alam ini adalah jiwa-jiwa yang tenang, yang menyajikan pemandangan nan indah. Hamparan hutan yang hijau, air jernih bersih mengalir, kawah gunung, hamparan langit biru tak terhalang, kicauan burung liar memecah heningnya sunyi adalah beberapa daya pikat hati kita dalam menyatu dengannya. Maka ia membawa kedamaian dan ketenangan jiwa dan pastinya dapat menjadi kenangan yang tak terlupakan. Terlebih lagi bagi pribadi yang lebih sering menghabiskan waktu di tengah hiruk pikuknya kehidupan kota besar dan rutinitas harian.

Mendaki gunung bukan sesuatu yang berat, namun bukan juga sesuatu yang bisa disepelekan.  Demi nikmatnya berkegiatan di alam terbuka, tentu perlu persiapan dan manajemen perjalanan yang baik. Jika ingin mendapatkan yang terbaik, maka harus dimulai dengan persiapan yang terbaik.

Keterangan gambar: Puncak Mandalawangi, Gunung Pangrango

Tips Memilih Sepatu untuk Mendaki Gunung



Dalam dunia pendakian gunung, bukan hanya kesiapan fisik dan perlengkapan standar pendakian yang menjadi prioritas, namun lebih dari itu. Salah satunya adalah bagaimana cara kita memilih sepatu yang standar dan nyaman untuk mendaki gunung.

 Dapat di rasakan jika anda mendaki gunung dan salah menggunakan sepatu, maka probabilitas  anda mengalami cedera menjadi sangat terbuka. Contohnya jika sepatu kita kekecilan atau nomornya pas-pasan, maka kaki lecet sudah pasti jawabannya, dan dijamin anda tidak akan nyaman dalam melakukan pendakian. Untuk mengatasi hal tersebut berikut tips sederhana memilih sepatu untuk mendaki gunung :

Pertama, Pilihlah satu nomor lebih besar dari ukuran sesungguhnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa untuk melindungi kulit dari lecet dan menghangatkan kaki dari udara dingin. Bahkan dalam pendakian Gunung ES, ukuran sepatu harus dipilih dua nomor lebih besar dari ukuran normal kaki si pendaki, mengingat mereka akan menggunakan kaos kaki lebih tebal dan dinginnya ES akan menyempitkan sepatu (yang terbuat dari kulit).

Kedua, Memilih Sepatu yang  mempunyai leher cukup tinggi, sehingga melindungi mata kaki dan memperkokoh pergelangan kaki, sirkulasi udara tetap terjaga sehingga tidak menyebabkan kaki lembab dan mengeluarkan aroma yang tak sedap, bahkan cenderung  tempat berkembangnya jamur  yang menyebabkan kaki menjadi bau bahkan dapat memnyebabkan luka di celah antar jari kaki.  Kendati demikian jangan memilih sepatu yg berleher terlalu tinggi, Seperti sepatu tentara misalnya karena sepatu tersebut  menyebabkan udara didalamnya terkurung dan tak dapat melakukan sirkulasi.  

Ketiga,  Pilihlah sepatu yang sesuai dengan bentuk/pola kaki masing-masing, sol sepatu yang berbahan karet dan anti slip seperti sol sepatu Vibram, serta bagian tepi lehernya selalu dilapisi bahan yg lebih lunak dan menebal untuk menghidari  lecetnya tumit kaki.

Keterangan Gambar : Sepatu merk Lafuma

Gaya Mendaki Gunung



Dalam dunia pendakian ada 2 (dua) jenis tehnik/taktik/gaya pendakian, ke-dua jenis taktik tersebut lahir di area pendakian pegunungan yang berbeda. Adalah teknik tersebut :

a.    Himalayan Tactic, tehnik pendakian ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Himalaya di Asia.
b.    Alpine Tactic, tehnik ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Alpine di Eropa.

Himalayan Tactic
Para pendaki gunung di kawasan Himalaya, menyiasati kesulitan pendakian gunung-gunung di sana yang menjulang tinggi dengan cara bertahap membangun kemah perantara dan menimbun logistik berupa perlengkapan, alat-alat pendakian serta bahan makanan, kemudian membangun kemah berikutnya sebagai perantara, hingga kemah akhir menjelang puncak.

Tehnik ini membutuhkan waktu pendakian yang lama, peralatan, biaya dan personil yang cukup banyak serta kekuatan fisik yang sangat prima, sebab dengan gaya himalayan ini, pendaki mesti naik turun dari kemah induk menuju kemah-kemah perantara hingga menuju puncak.


Alpine Tactic

Sebaliknya apa yang dilakukan para pendaki dengan menggunakan gaya Himalayan Tactic, Alpine Tactic yang lahir di kawasan pegunungan Alpen, dengan puncak-puncak yang “relatif rendah” kisaran 4000-an meter. Dengan kondisi ini, memungkinkan para pendaki mencapai puncak dengan sekali jalan tanpa harus membuat kemah-kemah perantara atau pulang pergi dari kemah induk.

Namun bukan berarti tehnik ini mudah, para pendaki di haruskan memiliki kemampuan yang baik, termasuk fisik yang prima.  Kemudian alat dan perbekalan disusun se-efisien mungkin agar ringan dan dapat langsung diangkut oleh para pendaki menuju puncak. Dengan gaya Alpine, dibutuhkan alat pendakian, biaya dan waktu yang relatif lebih sedikit.

Sebagai gambaran, kedua tehnik/gaya pendakian tersebut banyak digunakan para pendaki di Indonesia dalam melakukan pendakian gunung-gunung di Indonesia.

“Peak Performance” Sebelum Mendaki Gunung




Keberhasilan pencapaian puncak sebuah pendakian gunung akan selalu di tentukan dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek Fisik. Pendakian Gunung akan selalu menuntut para “climbers” untuk mempersiapkan diri/fisik yang memadai.  

Pada prinsipnya mendaki gunung dibutuhkan kekuatan dan daya tahan otot tertentu, serta memiliki kapasitas VO2 Max yang baik. Hal ini perlu sekali untuk mengatasi tipisnya oksigen di daerah ketinggian, serta mengatasi beratnya beban yang dibawa (ransel).

Dalam upaya peningkatan performance yang baik, latihan fisik mempunyai periodisasi latihan, yang dapat mendukung para pendaki dalam mencapai keadaan fisik prima yang kita sebut Peak Performance. Berikut 2 (dua) komponen latihan dalam periodisasi :

Volume Latihan :
·         Jumlah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam latihan, meliputi waktu dan lama latihan berlangsung.
·         Jarak yang ditempuh atau berat yang diangkat per unit waktu
·         Jumlah ulangan suatu latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu
    
     Intensitas Latihan :
·         Kekuatan dari rangsangan bergantung pada beratnya beban, kecepatan melakukan suatu gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan.
·         Intensitas latihan usaha atau tenaga yang diperagakan oleh atlet pada sesi latihan, intensitas latihan adalah tingkat kesulitan daripada suatu latihan.

Kedua komponen tersebut diatas menjadi alat ukur keberhasilan pendaki dalam proses pencapaianPeak Performance tersebut.


Keterangan gambar : Pelari Lintas Alam